Etika Siswa Terhadap Guru

Masih Perlukah ” Rasa Takut” Siswa kepada Guru?

   

Kid Zaman Now atau Generasi Milenial atau Generasi Micin adalah sebutan anak – anak jaman sekarang yang lahir di era tahun 2000 an, dimana segala sesuatu dikemas secara instan dan praktis. Perkembangan teknologi yang semakin canggih dibarengi dengan adanya media sosial yang semakin beragam telah merubah pola pikir dan perilaku anak – anak zaman sekarang termasuk hilangnya “rasa takut “ kepada guru.

      Siswa zaman now acapkali tidak bisa membedakan bagaimana dia harus bersikap dan bertutur kata kepada teman dan guru. Ketika berbicara dengan guru, bahasa yang digunakan masih belepotan serta  campur aduk antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia sehingga membuat sang guru harus menahan senyum.  Seringkali saya sebagai guru harus menjelaskan tata bahasa yang seharusnya diucapkan oleh siswa.

     Penampilan siswa yang tidak rapi, baju yang dikeluarkan, pemasangan dasi serta kaos kaki dan sepatu yang tidak semestinya merupakan pemandangan yang seringkali dijumpai. Tidak hanya itu, potongan rambut yang tidak sesuai aturan sekolah bahkan ada yang dicat atau di semir. Ketika guru memasuki ruang kelas untuk memulai pembelajaran kerap dijumpai situasi kelas yang ramai, siswa saling mengobrol dan mengacuhkan kehadiran guru.

     Berbeda sekali dengan siswa di era milenia, siswa di era sebelumnya yaitu sebelum Tahun 2000  siswa lebih mudah untuk diarahkan. Salam sapa dan cium tangan adalah sesuatu yang wajar dilakukan oleh siswa ketika berpapasan dengan guru. Ketika  terdengar suara sepatu guru akan memasuki ruang kelas para siswa sudah dalam kondisi siap dengan tangan bersedekap di atas meja. Adanya perasaan takut berbuat salah  dan takut ditegur apalagi dimarahi oleh guru sehingga membuat siswa berusaha menjaga sikap dengan baik. Mungkin dengan adanya “rasa takut” kepada guru itulah yang secara tidak langsung mempengaruhi sikap dan perilaku siswa menjadi pribadi yang bisa menghargai guru.

     Saat ini rasanya tidak kurang  guru memberi peringatan dari teguran yang halus hingga harus  dengan nada yang sedikit keras tapi sepertinya hanya dianggap angin lalu saja, masuk dari telinga kanan keluar dari telinga kiri bahkan siswa terkadang terkesan melawan. Sikap dan perilaku siswa di era milenia seakan mengalami degradasi moralitas dibandingkan dengan era sebelumnya. Tata krama, sopan santun rasa hormat dan “ rasa takut” kepada guru semakin pudar bahkan dianggap sesuatu yang ketinggalan zaman. Permasalahannya apakah ‘rasa takut “ kepada guru masih diperlukan dalam dunia pendidikan? Apakah dengan “rasa takut” siswa kepada guru maka akan menciptakan kepribadian siswa yang baik?

     Agaknya dengan adanya media sosial, kebebasan berekspresi  menjadikan anak – anak kita  secara tidak sadar telah meninggalkan nilai, norma yang menjadi  pedoman dalam bersikap dan berperilaku. Faktor lain seperti latar belakang keluarga yang berbeda di lihat dari segi ekonomi, sosial, pendidikan dan budaya juga sangat berpengaruh terhadap terbentuknya karakter siswa. Fenomena yang terjadi di dunia pendidikan ini sangat memprihatinkan dan perlu adanya penanganan yang tepat dari berbagai pihak, kerjasama antara pihak sekolah  dan wali murid. Wali murid sebagai orang tua adalah guru pertama dan rumah  merupakan tempat pendidikan pertama untuk membentuk karakter anak. Di sini guru sebagai orang tua kedua di sekolah diharapkan tidak hanya sebagai pengajar yang sekedar memberikan materi pelajaran tapi juga  sebagai pendidik yang mendidik siswa menjadi pribadi yang baik, tidak hanya menciptakan siswa berprestasi tapi juga siswa yang berbudi luhur.

     Guru zaman now dituntut untuk lebih cerdas dan mempunyai tenaga ekstra dalam menangani siswa dengan berbagai karakter, kemampuan dan keterbatasan. Guru yang disegani dan dihormati oleh siswa tidak harus dengan memasang muka sangar atau sering memberikan hukuman. Dengan pendekatan dan merangkul siswa agaknya menjadi senjata yang ampuh untuk menciptakan siswa yang baik dan berprestasi, karena karakter anak sekarang yang cenderung memberontak dan tidak mau selalu disalahkan. Adakalanya guru harus memberikan sedikit kelonggaran dalam aturan untuk hal – hal kecil agar siswa merasa tidak tertekan tapi bertujuan agar siswa berkomitmen pada aturan  yang lebih penting. Guru juga harus mampu membaca latar belakang dibalik sikap dan perilaku siswa karena mereka berasal dari keluarga yang berbeda yang mempunyai beragam permasalahan. Dengan melakukan pendekatan, diskusi dan komunikasi yang baik serta menanamkan kepercayaan terhadap guru diharapkan  siswa akan merasa diperhatikan, nyaman  dan pada akhirnya akan tersentuh untuk tidak melakukan hal – hal yang tidak baik. Berikan kepercayaan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan bertanggung jawab terhadap siswa dan yang sangat penting adalah menanamkan nilai – nilai keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam setiap kegiatan pembelajaran di sekolah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembelajaran IPS